Banda Aceh (ANTARA News) - Tari Saman yang merupakan salah satu tari tradisonal asal Provinsi Aceh ditargetkan dapat meraih sertifikat dari UNESCO pada 2011, kata salah seorang pejabat di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film (NBSF) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) Tjetjep Suparman di Banda Aceh, mengatakan dengan pendekatan dengan badan dunia tersebut upaya untuk menjadikan tari Saman sebagai kekayaan intelektual dapat terwujud.
"Pemerintah terus berupaya agar UNESCO segera memberikan sertifikat internasional dengan mengakui tari Saman sebagai hak kekayaan intelektual sebagai warisan budaya asli Indonesia," katanya disela-sela Pekan Apresiasi dan peresmian gedung operasional Tenaga Fungsional, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.
Ia mengatakan, tari Saman yang dimainkan dengan gerakan dinamis dan atraktif asal dataran tinggi Gayo itu masih dalam proses untuk mendapat sertifikat dari badan dunia tersebut.
Disebutkannya, pemerintah sudah menerima sertifikat internasional dari UNESCO yakni wayang, batik dan keris sebagai warisan budaya asli Indonesia.
Pemerintah juga sedang mengajukan angklung, alat musik dari bambu untuk mendapat pengakuan yang sama dari banda dunia tersebut.
Tjetjep mengharapkan, seluruh masyarakat Aceh agar dapat terus melestarikan kelangsungan tarian itu, apabila sudah mendapat sertifikat dari Unesco.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengatakan pihaknya telah mengusulkan sejak dua tahun lalu agar tari Saman tersebut diusulkan untuk mendapapengakuan dari UNESCO.
Dijelaskannya, tari Saman mendapatkan registrasi 01.01.01.001 untuk diusul ke UNESCO guna dijadikan sebagai warisan Indonesia dan dunia, pada kategori warisan budaya bukan benda.
Pemerintah Aceh memberikan apresiasi atas keseriusan pusat menindaklanjuti usulan agar Tari Saman mendapat perlindungan mendesak untuk menjadi warisan dunia yang diregistrasi melalui UNESCO.
Selain tari Saman, Aceh juga memiliki sejumlah tarian tradisional yang unik dan memikat, antara lain Seudati dan Rapai Geleng.(*)
(T.KR-IFL//H011/R009)
COPYRIGHT © 2010
dikutip dari sumber; http://m.antaranews.com
Tanggapan;Inilah yang seharusnya dilakukan pemerintah indonesia sejak dulu,disamping memelihara dan melestarikan kita juga harus mempatenkan kebudayaan kita agar tidak ada pengklaiman dari negara yang ingin mengambil kebudayaan kita.
Disamping itu sosialisasi tentang beragam jenis kebudayaan yang kita miliki pun harus dilakukan,agar generasi muda pun tahu paling tidak gerakan dasar tarian tersebut,bukan hanya tariannya saja,disamping gerakan mereka pun harus memahami filosofi dari tarian tersebut agar membentuk jiwa-jiwa bersifat cinta kedaerahan.
mungkin disamping tari saman masih banyak lagi warisan budaya kita yang harus kita lestarikan,terlebih mempatenkan warisan budaya tersebut.
Tidak ada salahnya sejenak kita memperhatikan bangsa sendiri khususnya kebudayaan,meskipun hingar bingar globalisasi banyak menerpa bangsa kita,tetapi kita mesti mempertahankan kebudayaan kita.
Saya akui saya pun kurang begitu banyak tahu tentang macam-macam kebudayaan di indonesia,tapi dengan adanya fasilitas internet saya pun jadi banyak tahu tentang itu,jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak tahu apa saja macam-macam warisan kebudayaan indonesia.
Kita tidak bisa 100% menyalahkan pemerintah kita karena lamban menangani kasus ini,tapi karena kita tidak pernah mau tahu itu lah masalah ini timbul,dan kadang generasi muda sekarang pun agak gengsi untuk memainkan jenis2 warisan kebudayaan kita.
Untuk itu lah pengemasan sosialisasi yang menarik pun perlu bagi pemerintah guna menarik minat generasi muda kita untuk melestarikannya contohnya dengan menggabungkan unsur-unsur etnik dengan unsur modern.
Satu hal lagi yang harus pemerintah lakukan untuk melestarikannya adalah dengan memberikan ruang apresiasi lebih bagi para seniman etnik dan menghargai jasa-jasa mereka agar bisa terus tumbuh seiring perkembangan zaman.
"Thank you for nice information
BalasHapusPlease visit our website unimuda and uhamka"