People Number

Minggu, 24 November 2013

Perselisihan Hak Paten

Dalam Etika Bisnis yang namanya perselisihan adalah hal yang wajar kalau masih menyangkut masalah kesalah pahaman, namun hal yang wajar pun dapat berakibat fatal karena dapat menurunkan brand image dan harga produk itu sendiri. Istilah hak paten misalnya, banyak perusahaan yang mempunyai hak eksklusif akan suatu logo, teknologi, bentuk dan inovasi barang dan masih banyak lagi yang dapat dijadikan kesalah pahaman yang wajar ini, maklum sebagai manusia kita punya rasa khilaf, namun adakalanya peraturan mengenai peselisihan mengenai hak paten harus dibuat agar tak ada kata khilaf bagi para inovator atau pelaku bisnis. Hak Paten sendiri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1).



Syarat mendapatkan hak paten ada tiga yaitu penemuan tersebut merupakan penemuan baru. Yang kedua, penemuan tersebut diproduksi dalam skala massal atau industrial. Suatu penemuan teknologi, secanggih apapun, tetapi tidak dapat diproduksi dalam skala industri (karena harganya sangat mahal / tidak ekonomis), maka tidak berhak atas paten. Yang ketiga, penemuan tersebut merupakan penemuan yang tidak terduga sebelumnya (non obvious). Jadi bila sekedar menggabungkan dua benda tidak dapat dipatenkan. Misalnya pensil dan penghapus menjadi pensil dengan penghapus diatasnya. Hal ini tidak bisa dipatenkan.
 
Dalam penerapannya rupanya hak paten ini masih menjadi perselisihan antara kedua belah pihak dalam hal ini pelaku bisnis, berikut kutipan beberapa kasus mengenai perselisihan ini :
  • Nokia dan Iphone 
 
Perselisihan hak paten antara dua produsen perangkat teknologi informasi dan komunikasi (ICT) sudah biasa terjadi. Dari masalah desain perangkat hingga user interface (UI) yang digunakan terus menjadi topik yang diangkat dalam perselisihan tersebut. Nokia sebagai produsen perangkat hardware smartphone terbesar di dunia pun sempat berselisih dengan Apple seputar pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI). Perselisihan ini diawali pada bulan Oktober 2009 di mana Nokia mengklaim Apple telah melanggar 10 HKI mereka melalui produk iphone.
Pada bulan Desember 2009, Apple balas menuntut Nokia, bukan hanya dengan 10 tuduhan pelanggaran HKI, tetapi dengan 13 tuduhan. Bahkan pengacara dan senior vice president Apple, Bruce Sewell, sempat mengungkapkan dalam sebuah pernyataan resmi bahwa Nokia berkompetisi di pasar dengan mencuri ide-ide Apple, bukan dengan menciptakan inovasi baru. Perselisihan pun terus berlanjut hingga memasuki pertengahan tahun 2011 ini.
Hari Selasa (14/6) menjadi saksi akhir dari kasus perselisihan HKI antara Nokia dan Apple. Kedua perusahaan ICT raksasa tersebut akhirnya menandatangani perjanjian hak paten yang mencakup ketentuan penyelesaian seluruh tuduhan di antara keduanya. Salah satu perjanjian yang disepakati oleh keduanya mengharuskan pihak Apple untuk membayar denda dan biaya royalti kepada Nokia dalam jangka waktu tertentu. Sayangnya, detail mengenai kesepakatan ini tidak diungkapkan.
Stephen Elop, selaku presiden dan CEO Nokia, mengaku merasa lega dengan kesepakatan pihaknya dengan Apple. Kesepakatan dengan Apple, ditambah dengan EUR 43 miliar untuk penelitian dan pengembangan produk serta 10 ribu hak paten, menunjukkan bahwa Nokia merupakan perusahaan dengan portfolio hak paten terbesar dalam dunia industri ICT.
  •  Cap Kaki Tiga dan Cap Badak
Pengadilan Niaga Jakarta memang sudah memutus sengketa merek dan hak cipta larutan penyegar Cap Kaki Tiga dan Cap Badak. Namun, putusan pengadilan itu tak menghentikan perseteruan antar produsen larutan penyegar Cap Kaki Tiga yaitu Wen Ken Drug Co PTE Ltd (WKD) dengan PT Sinde Budi Sentosa (SBS), pemilik merek Cap Badak. Sengketa baru muncul diantara kedua produsen tersebut sampai ke tudingan persaingan curang. Tudingan itu dilayangkan PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) sebagai penerima lisensi ekslusif WKD pada SBS. WKD menuding SBS sengaja menghancurkan bisnis yang telah dibangun selama puluhan tahun. SBS berupaya mengacaukan dan menganggu perkembangan perdagangan dari produk Cap Kaki Tiga, khususnya larutan penyegar. Hal ini terlihat dari upaya sistematis yang dilakukan SBS. Upaya yang dilakukan SBS adalah mengatakan produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah diganti dengan produk merek Cap Badak. Kemudian menggugat secara perdata. Tak cukup sampai pada langkah itu. SBS melaporkan KEK dan distributornya ke polisi dengan tuduhan menjual, menggunakan merek tanpa hak, dan memperdagangkan produk secara ilegal. “Padahal, merek Cap Kaki Tiga yang beredar saat ini terdaftar secara sah di Dirjen HKI dan mendapat izin edar dari BPOM,” ucap Direktur Utama PT KEK Harry Sanusi dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/2). Harry menilai tindakan SBS membuat bisnis larutan penyegar Cap Kaki Tiga menjadi payah. Laporan ke kepolisian telah membuat pedagang dan pengecer Cap Kaki Tiga ketakutan. Akibatnya, kerugian pun tak dapat dihindari. Harry enggan menyebutkan potential lost akibat tindakan SBS. Dia berdalih SBS tidak pernah memberikan laporan produksi. Sehingga, baik WKD dan KEK tidak dapat mengetahui permintaan pasar yang sebenarnya. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan KEK, pasar larutan penyegar Cap Kaki Tiga adalah Rp800 miliar per tahun. 
Managing DirectorWen Ken Group,Fu Siang Jeen juga merasa kesal atas tindakan SBS. Sebagai pemilik dan pemegang merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga berlogo Kaki Tiga dan Lukisan Badak ini meminta kepastian hukum dalam melakukan investasi di Indonesia. Fu sependapat SBS secara sistematis melakukan perbuatan curang dengan mengambil alih lukisan badak miliknya. Soalnya, Fu bersikeras bahwa perusahaannya merupakan pemilik sah dari Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dengan Lukisan Badak dan tulisan ‘Larutan Penyegar’dalam bahasa Indonesia dan Arab ini. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Fu membuktikannya dengan merujuk pada saat asal muasal pendirian WKD. Didirikan sejak tahun 1937 oleh empat rekanan asal China yaitu Chong Tang Seong, Foo Yew Ming, Chan Sang Koon, dan Foo Yin, mendirikan perusahaan ini dengan merek Cap Kaki Tiga dengan salah satu produknya adalah larutan penyegar. Merek ini sejak pertama kali diproduksi dikemas dengan lukisan badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambar gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab bersama-sama dengan logo Cap Kaki Tiga sebagai satu kesatuan. Dia paparkan, pendaftaran merek Cap Kaki Tiga beserta etiketnya di Singapura pada 14 Februari 1940 dan Malaysia pada 30 April 1951. Bukti itu diperkuat dengan satu iklan di surat kabar terbesar di Singapura pada 28 Oktober 1960. Karena ingin merambah pasar Indonesia, Direktur WKD Fu Weng Leng memberikan kewenangan kepada Direktur Utama SBS,Budi Yuwono. Yaitu memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia pada 8 Februari 1978. Dengan secarik kertas berbahasa Mandarin, kerjasama pun terjalin. Kerjasama ini memiliki dua poin utama. SBS mengurus pendaftaran merek dagang dan semua tentang pendaftaran hak kekayaan intelektual di Indonesia. WKD memberikan izin kepada SBS untuk memproduksi dan memasarkan produknya.
Seiring perjalanan, WKD mensinyalir SBS tidak melakukan perjanjian dengan baik. SBS tidak mendaftarkan etiket dagang Cap Kaki Tiga dengan Lukisan Badak sebagaimana mestinya milik WKD. Justru, SBS mendaftarkan merek Badak yang merupakan salah satu unsur pokok yang merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari merek Cap Kaki Tiga. SBS tidak membayar royalti secara tepat waktu. Tidak melaporkan laporan produksi atau penjualan produk-produk menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara periodik. Serta SBS juga menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga. Melihat hal ini, WKD pun merevisi surat penunjukan tertanggal 8 Februari 1978. Lalu membuat sebuah perjanjian lisensi lengkap. Namun, SBS tidak sepakat. Alhasil, WKD berhenti bekerja sama dengan SBS pada 2008  dan memberikan lisensi ekslusif kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (KEK) pada 2011. Kuasa Hukum SBS Arif Nugroho membantah tudingan-tudingan yang dilakukan WKD. SBS tidak berupaya menghancurkan bisnis dan pasar produk Larutan Cap Kaki Tiga. WKD malah dituding mengacaukan pasar Larutan Penyegar Cap Badak. Soalnya, Cap Kaki Tiga masih menjual produk-produknya dengan menggunakan unsur-unsur merek Cap Badak. Terkait tudingan adanya upaya sistematis yang dilakukan SBS untuk menguasai gambar badak dengan menghilangkan Cap Kaki Tiga, Arif lagi-lagi membantah. Menurut Arif, pada awalnya SBS dan WKD memang terjadi kesepakatan untuk mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga. Namun, WKD tidak meminta SBS untuk mendaftarkan Cap Kaki Tiga beserta gambar badak dan tulisan larutan penyegar dalam bahasa Indonesia dan Arab. WKD hanya meminta mendaftarkan logo Cap Kaki Tiga. “Jadi, sah-sah saja jika SBS mendaftarkan gambar badak dan tulisan penyegar. Lagi pula saat itu, WKD memang tidak ada gambar badaknya,” ujar Arif ketika dihubungi hukumonline, Rabu (20/2).
Menengahi hal ini, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi melihat pertikaian mengenai hak kekayaan intelektual dengan persaingan usaha adalah isu yang sangat rawan. Menurutnya, pertikaian ini memang tidak dapat dipisahkan secara tegas. Perlu sikap yang hati-hati dalam melihat isu ini. Untuk itu, Nawir meminta agar majelis hakim mempertimbangkan aspek persaingan usaha ketika memutus perkara hak kekayaan intelektual. Soalnya, implikasi putusan tersebut dapat mengubah struktur pasar yang berbeda. Sehingga dapat merusak iklim usaha dan mengarah pada praktik monopoli di pasar. “Irisannya sangat kuat. Untuk itu, perlu diperhatikan aspek persaingan usahanya,” jelas Nawir ketika dihubungi hukumonline.

Jika dilihat dari segi Etika Bisnis,permasalahan hak paten merupakan hal yang sangat fatal apabila terjadi kesalah pahaman diantara beberapa perusahaan yang terlibat. Dengan adanya kesalahan yang menyangkut brand imaging atau pencitraan suatu perusahaan maka akan berdampak langsung pada minat konsumen dalam memilih barang berdasarkan logo atau iklan tersebut. Lain hal nya dengan permasalahan Nokia dan i phone dimana masalah hak paten didasari oleh penggunaan teknologi dan terobosan yang dilakukan, hal ini menyangkut masalah internal perusahaan dalam pengembangan teknologi yang digunakan, apabila tidak mendapat lisensi dan paten yang jelas dari otoritas setempat maka kemungkinan berhentinya pengembangan secara lanjut dapat terjadi sehingga menyebabkan masalah yang berakibat tidak produktifnya perusahaan tersebut.

Di Indonesia kita mempunyai lembaga terkait masalah sengketa paten yaitu
Badan Arbitrase dan Meddiasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI). Lembaga itu dibentuk pada 2011. Lembaga tersebut kini memiliki arbiter yang ahli di bidang hak kekayaan intelektual. Peranan lembaga BAM HKI untuk menyelesaikan sengketa kini dirasa diperlukan oleh pengusaha di tengah meningkatnya komersialisasi aset hak kekayaan intelektual.
Hak kekayaan intelektual termasuk aset utama perusahaan dan karena itu kepentingan ekonomi mereka terhadap hak kekayaan intelektual semakin tinggi. berkembangnya beberapa lembaga arbitrase dan mediasi merupakan pertanda dibutuhkannya sarana penyelesaian sengketa alternatif untuk megejar keadilan di bidang hak kekayaan intelektual (hak cipta, paten, merek, desain industri dan lain-lain).



Refrensi : id.wikipedia.org
               http://www.patenindonesia.com
               http://www.hukumonline.com
              http://www.jagatreview.com