People Number

Senin, 11 November 2013

Penyimpangan Etika Bisnis (Kasus Penggelapan Pajak)

Salam, Semoga Kita selalu diberi rizki yang bermanfaat dan kesehatan oleh Yang Maha Esa agar bisa terus menjalani kehidupan ini. Posting saya kali ini ingin mengangkat tema mengenai salah satu penyimpangan etika bisnis yang bisa dibilang masih berkaitan dengan posting saya sebelumnya mengenai Korupsi.

Etika Bisnis seperti kita ketahui sebelumnya yang saya kutip darri wikipedia, merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Dengan demikian penyimpangan etika bisnis yaitu kontradiksi mengenai nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil yang sehat dan tidak memegang teguh prinsip mengenai Etika dalam menjalankan suatu usaha baik di lingkungan masyarakat itu sendiri.

Salah satu Penyimpangan Etika Bisnis ialah Penggelapan Pajak yang notabene merupakan suatu penghasilan terbesar di negri ini selain ekspor barang dan hal lain. Di Negeri ini semua kena pajak, semua wajib bayar pajak  dan merupakan suatu ketentuan yang berlandaskan hukum yang sifatnya memaksa. Pajak merupakan suatu bentuk pungutan yang dilakukan negara untuk membiayai kebutuhan negara itu sendiri dengan azas transparan dan demokratis. Artinya pajak harus bersifat secara apa adanya namun dilindungi hukum dan ketentuan agar azas keadilan dapat ditegakkan.

Pajak Perusahaan adalah Hak konstitusional Rakyat, Negara terhadap jasa yang diberikan Rakyat Negara dan Pemerintah. Oleh karena itu tidak ada satu kalimatpun didalam konstitusi, yang boleh mengganggu gugat tentang hak atas sebahagian penghasilan PT berupa pajak perusahaan, yang merupakan wujud pengambilan hak atas jasa yang telah diberikan Rakyat Negara dan Pemerintah kepada Perusahaan.

Pajak Perusahaan harus dikelola dan ditangani dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, sebagai bahagian dari penegakan kedaulatan Rakyat, Negara dan Pemerintah, setiap perlawanan terhadap pajak perusahaan, merupakan tindakan yang tidak senonoh dan melawan kedaulatan Rakyat, Negara dan Pemerintah.

Contoh Kasus : 


KASUS ASIAN AGRI
Willihar Tamba dan Goh Bun Sen, Dua Tersangka Akhirnya Disebutkan

Dua tersangka dalam berkas perkara dugaan penggelapan pajak Asian Agri Grup yang dijadikan contoh percepatan oleh Kejaksaan Agung dan Direktorat Jenderal Pajak akhirnya disebutkan namanya. Mereka adalah Willihar Tamba dan Goh Bun Sen.
Nama kedua tersangka itu tercantum dalam siaran pers yang ditandatangani Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan, tanggal 4 Agustus 2009. Siaran pers itu menjawab pertanyaan wartawan yang ingin mengetahui perkembangan penanganan perkara dugaan penggelapan pajak Asian Agri Grup yang hingga kini belum jelas.
Pada 3 April lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution sepakat mempercepat penanganan perkara dan akan melimpahkan berkas ke kejaksaan sebulan setelahnya, khusus untuk dua tersangka dari dua perusahaan di bawah Asian Agri Grup. Namun, hingga kini kesepakatan itu belum terealisasi.
Saat itu, baik Hendarman maupun Darmin menolak menyebutkan nama dua tersangka itu serta perusahaan yang terkait.
Jumat (31/7), Hendarman mengakui ada yang tidak cocok antara pendapat jaksa penuntut umum dan penyidik Ditjen Pajak. Ketidakcocokan itu antara lain, ada pihak yang ditetapkan sebagai saksi oleh Ditjen Pajak, tetapi jaksa berpendapat layak sebagai tersangka. Begitu pula sebaliknya, Ditjen Pajak menetapkan seseorang sebagai tersangka, yang menurut jaksa lebih tepat sebagai saksi.
Tjiptardjo yang dilantik pada Selasa (28/7) sebagai Dirjen Pajak menggantikan Darmin Nasution menegaskan, pihaknya akan terus bekerja sama dengan kejaksaan agar kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri dapat terus berjalan. ”Status berkas perkaranya sudah P19 (masih ada dokumen yang harus dilengkapi). Sudah dikembalikan dari kejaksaan ke kepolisian untuk keempat kalinya,” ujar Tjiptardjo saat itu.
Keterangan Jasman dalam siaran pers, berkas perkara atas nama tersangka Willihar Tamba dan Goh Bun Sen belum memenuhi unsur pasal yang disangkakan, yakni Pasal 39 Ayat 1 huruf c juncto Pasal 43 Ayat 1 UU Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah menjadi UU No 16/2000.
Di antaranya soal surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak yang ditandatangani Willihar Tamba tahun 2003 dan 2004, secara kasatmata berbeda tanda tangannya.
Unsur ”menyampaikan pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap”. Namun, dalam berkas perkara, tidak terungkap perhitungan yang harus dimuat dalam SPT. Selain itu, metode perhitungan seperti hedging, mark up, dan transfer pricing belum diuraikan. (idr)

Sumber: Kompas, 6 Agustus 2009

 
Referensi :     http://id.wikipedia.org
                      http://www.antikorupsi.org
                      http://hukum.kompasiana.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar